Wartanakes.com – Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan beragam latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya (Sorongan, 2023), menghadapi tantangan besar dalam penyelenggaraan sistem keperawatan yang merata dan efektif untuk mencapai kesehatan masyarakat yang unggul.
Di banyak daerah, terutama di pedalaman dan pulau-pulau terpencil, terdapat kesenjangan dalam akses terhadap layanan kesehatan dan keperawatan (“Tantangan Layanan Kesehatan Di Wilayah Pedesaan,” 2022). Analisis mendalam terkait kebutuhan transformasi sistem keperawatan menyoroti beberapa aspek kritis. Rasio keperawatan terhadap populasi, walaupun terus meningkat, masih belum mencapai standar internasional (Merdeka, 2019).
Trend global dalam pengelolaan sistem keperawatan juga dapat memberikan inspirasi dan pandangan baru. Negara-negara dengan sistem keperawatan yang berhasil dapat menjadi sumber inspirasi untuk merancang strategi yang efektif (Brysiewicz et al., 2015).
Inovasi dalam teknologi kesehatan dan model pelayanan yang terbukti dapat diadopsi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem keperawatan di Indonesia. Transformasi ini bukan hanya tentang peningkatan infrastruktur, tetapi juga tentang perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, memberikan perhatian khusus pada kesetaraan, keberlanjutan, dan keberlanjutan untuk mencapai kesehatan masyarakat yang unggul di masa depan.
Pada bulan Januari 2023 diketahui bahwa jumlah tenaga Perawat di Indonesia mencapai angka 524.508 orang. Sebuah angka yang, pada pandangan pertama, mungkin menimbulkan kesan memadai dalam hal pelayanan kesehatan. Namun, dalam konteks yang lebih luas, perbandingan antara jumlah tenaga Perawat dan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 278,8 juta jiwa menjadi poin penting yang memerlukan perhatian serius. Dengan populasi sebesar itu, rasio tenaga Perawat per seratus ribu penduduk menjadi parameter kritis untuk mengevaluasi ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan.
Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi SDM Kesehatan (SI-SDMK), hanya 48,9% puskesmas di Indonesia yang telah dilengkapi dengan kebutuhan 9 jenis tenaga kesehatan (nakes), yakni dokter atau dokter layanan pimer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga sanitasi lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Untuk dianggap memadai, setiap puskesmas setidaknya harus memiliki 1 orang dari setiap jenis nakes tersebut. Provinsi D.I. Yogyakarta menempati peringkat kedua dengan persentase 89,3% pemenuhan 9 jenis tenaga kesehatan tertinggi, setelah DKI Jakarta (105,4%).
Sementara itu, provinsi Papua (8,6%), menunjukkan persentase puskesmas dengan pemenuhan 9 jenis nakes terendah. Meskipun begitu, D.I. Yogyakarta belum mencapai persentase 100% karena beberapa puskesmas di wilayah tersebut belum dilengkapi dengan jenis tenaga promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan (Dinkes, 2022).
Kesenjangan aksesibilitas antara wilayah terpencil dan urban menciptakan kesenjangan yang signifikan dalam akses penduduk terhadap pelayanan kesehatan. Wilayah terpencil seringkali menghadapi tantangan transportasi yang sulit, jalur yang terbatas, dan jarak yang jauh dari pusat kesehatan, menyebabkan penduduk di sana kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan yang memadai. Di sisi lain, wilayah urban biasanya memiliki lebih banyak fasilitas kesehatan, transportasi yang lebih baik, dan lebih banyak pilihan layanan kesehatan. Kesenjangan ini dapat berdampak pada kesehatan masyarakat di wilayah terpencil karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan, terbatasnya upaya pencegahan, serta kekurangan akses ke fasilitas medis darurat (Pasaribu et al., 2018).
Potensi Solusi
- Peningkatan Jumlah Tenaga Keperawatan:
- Pengembangan program insentif finansial untuk meningkatkan minat dalam profesi keperawatan.
Program beasiswa dapat memberikan bantuan keuangan kepada calon perawat atau mahasiswa keperawatan yang memiliki potensi, namun mungkin menghadapi kendala finansial. Beasiswa ini dapat mencakup biaya pendidikan, buku, peralatan, atau bahkan biaya hidup, sehingga memungkinkan lebih banyak orang untuk mengejar pendidikan keperawatan tanpa beban finansial yang berat.
- Pemertaan Gaji Perawat yang Timpang antara Perkotaan dan Pedesaan.
Merujuk pada situasi di mana perawat-perawat yang bekerja di wilayah perkotaan dan pedesaan menerima kompensasi yang tidak sebanding dengan beban kerja dan tantangan yang mereka hadapi. Fenomena ini menciptakan disparitas finansial yang dapat mempengaruhi kesejahteraan ekonomi perawat, motivasi kerja, dan pelayanan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Perawat-perawat di wilayah pedesaan seringkali menghadapi tantangan yang unik, seperti jarak tempuh yang lebih besar untuk mencapai tempat kerja, kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai, dan peningkatan tanggung jawab karena keterbatasan sumber daya manusia.
- Pengembangan Infrastruktur Kesehatan:
- Investasi strategis dalam pembangunan pusat kesehatan yang terintegrasi di wilayah terpencil.
Merujuk pada upaya menyediakan dana dan sumber daya untuk membangun pusat kesehatan yang terintegrasi di wilayah terpencil. Pusat kesehatan terintegrasi mencakup berbagai layanan kesehatan yang melibatkan berbagai tenaga kesehatan, mulai dari dokter, perawat, bidan, hingga tenaga kesehatan masyarakat. Pusat kesehatan ini juga dapat menawarkan pelayanan kesehatan masyarakat, upaya promosi kesehatan, dan pencegahan penyakit. Investasi ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat di wilayah terpencil terhadap pelayanan kesehatan yang holistik dan terkoordinasi, diharapkan dapat menciptakan titik pusat yang efisien dan efektif untuk pelayanan kesehatan, yang dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Rekomendasi Kebijakan
- Penguatan Pendidikan Keperawatan:
- Mendorong kerjasama antara lembaga pendidikan keperawatan dan fasilitas kesehatan untuk memastikan relevansi kurikulum dengan kebutuhan pasar.
Memastikan bahwa kurikulum yang diajarkan di lembaga pendidikan mencerminkan kebutuhan praktis dan pasar di dunia nyata. Melibatkan fasilitas kesehatan dalam proses pendidikan memberikan kesempatan bagi mahasiswa keperawatan untuk mendapatkan pengalaman praktis yang relevan dan terkini. Kerjasama ini dapat mencakup penyusunan kurikulum berbasis kebutuhan pasar, penempatan mahasiswa keperawatan dalam situasi praktis di fasilitas kesehatan, dan pertukaran informasi terkait perkembangan terbaru dalam dunia kesehatan.
- Investasi Infrastruktur Kesehatan:
- Memberikan insentif fiskal untuk investasi sektor swasta dalam pembangunan fasilitas kesehatan di daerah terpencil.
Merupakan strategi untuk merangsang partisipasi sektor swasta dalam meningkatkan infrastruktur kesehatan di wilayah yang mungkin kurang mendapatkan perhatian. Insentif fiskal bisa berupa pemotongan pajak, keringanan bea masuk, atau insentif keuangan lainnya yang dapat mendorong perusahaan swasta untuk berinvestasi dalam pembangunan puskesmas, klinik, atau fasilitas kesehatan lainnya di daerah terpencil.
- Menggalakkan penggunaan teknologi kesehatan untuk meningkatkan jangkauan layanan.
Teknologi kesehatan, seperti telemedicine, mobile health apps, dan platform kesehatan digital lainnya, dapat menjadi alat yang efektif dalam menyediakan konsultasi, pemantauan kesehatan, dan edukasi kesehatan jarak jauh. Dengan mengintegrasikan teknologi kesehatan, masyarakat di daerah terpencil dapat mengakses layanan kesehatan tanpa harus melakukan perjalanan jauh ke pusat kesehatan.
- Perbaikan Sistem Pemantauan dan Evaluasi:
- Meningkatkan kapasitas sistem pemantauan dan evaluasi melalui pelibatan lembaga independen dan teknologi terkini.
Melibatkan lembaga independen yang dapat memberikan pandangan objektif dan transparan terkait dengan kualitas layanan, penggunaan sumber daya, dan pencapaian tujuan kesehatan. Pemanfaatan teknologi terkini, seperti sistem informasi kesehatan, perangkat pemantauan otomatis, dan analisis data canggih, dapat meningkatkan akurasi, kecepatan, dan cakupan pemantauan.
- Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengevaluasi kualitas layanan keperawatan.
Ada beberapa langkah untuk mencapai ini melibatkan:
- Pemberian Informasi kepada Masyarakat yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat mengenai standar pelayanan keperawatan yang seharusnya diterima.
- Mekanisme Pengaduan dan Umpan Balik yang mudah diakses bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan atau memberikan umpan balik terkait pelayanan keperawatan.
- Pelibatan Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan terkait perencanaan dan penyelenggaraan layanan keperawatan. Ini dapat dilakukan melalui forum konsultasi, pertemuan publik, atau partisipasi dalam komite-komite terkait.
Dengan mendorong partisipasi aktif masyarakat, diharapkan evaluasi kualitas layanan keperawatan dapat mencerminkan kebutuhan dan harapan langsung dari perspektif pengguna layanan, membantu menciptakan sistem kesehatan yang lebih responsif dan berkualitas. (MA)
Sumber : Neli Suharti, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Universitas Indonesia.
–Bekerja di RS Metropolitan Medical Centre Jakarta sebagai Kepala Instalasi Rawat Inap